Anda sudah tahu: wang buliau artinya 'tak terlupakan'. Tapi Malaysia mengubah itu menjadi nama ikan. Saking enaknya. Seperti halnya durian luwak. Saking enaknya di Malaysia dipopulerkan dengan nama musang king.
Saya diajak makan 'Wang Buliau' Rabu malam lalu. Di malam takbiran. Makannya di sebuah restoran bintang lima, di lantai enam, Surabaya.
Resto ini tidak punya menu 'Wang Buliau' tapi 'dipaksa' memasaknya. Caranya: teman saya itu, Pak Tirto, minta temannya untuk membawa 'Wang Buliau' hidup ke resto. Lalu menyerahkan ikan itu ke chef. Si Chef yang memutuskan dimasak apa.
Si temannya teman itu bernama Chen. Tan. Fajar Surya. Ia satu-satunya yang punya ikan jenis itu: memeliharanya sendiri. Tan kenal banyak chef terkemuka di banyak kota. Kali ini chef yang berasal dari Pahang, Malaysia.
"Pak Dahlan pernah ke Pahang?" tanyanya.
"Pernah".
"Kapan?" tanyanya lagi.
"Waktu diajak teman saya dari Singapura ke sana khusus untuk makan kwetiau," jawab saya.
Tan sudah tahu Wang Buliau yang ia bawa akan dimasak apa. Ia tahu chef di situ punya keunggulan apa saja.
Dimasak tim.
Dadanya dibelah. Isi perutnya dibuang. Ketika ditaruh di piring besar, posisi punggung di atas. Daging perutnya direntang ke kanan dan ke kiri.
Saya berdiri. Daging perut itulah yang saya incar. Saya potong-potong. Saya sajikan ke Pak Tirto. Lalu ke Fajar. Ke Liong. Ke sebelah Pak Tirto. Dan ke semua orang yang mengelilingi meja makan itu: 12 orang. Terakhir ke piring saya.
Meja makan memang untuk 10 orang. Tapi dua orang teman membawa pasangan. Saya menyesal tidak mengajak istri. Saya tahu tim ikan seperti itu adalah kesukaan istri saya - -rasanya melebihi sukanyi pada saya.
Satu ikan cukup untuk 12 orang?
Tidak. Wang Buliau-nya ada dua ekor. Dua piring besar. Maka ketika membagi itu saya hati-hati. Jangan hanya dibagi 12. Harus bisa dibagi menjadi 13. Saya akan bermata gelap: potongan ke 13 akan saya minta dibungkus. Dibawa pulang.
Tentu kepala ikannya saya tinggal di piring. Tahu bahwa potongan ke 13 itu untuk istri di rumah, Pak Tirto maksa agar kepala itu pun diikutkan dalam bungkusan. Dalam hati saya memuji Tuhan: alangkah bergairahnya istri saya nanti membuka bungkusan itu.