Tahun 1960-an, gengsi tertinggi kalau di pestanya disajikan gurami asam manis. "Tahun 1980-an gurami asam manis sudah dianggap biasa. Ganti hisit," katanya.
Tahun 1990-an yang bergensi bukan lagi hisit. Ganti 'bau yu'. Atau juga disebut abalon. "Sudah waktunya ganti lagi dengan Wang Buliau," kata Fajar.
Fajar biasa hidup dengan tantangan. Ketika memproduksi sepatu wanita ia bertekad harus bisa mengalahkan kualitas sepatu produksi kakaknya. Ia begitu sakit hati kenapa hanya kakaknya yang dapat perhatian lebih dari papanya. Setiap kali usaha ia harus sukses. Ia ingin menunjukkan kepada papanya siapa yang seharusnya lebih diperhatikan.
Kini Fajar sudah 67 tahun. Tanpa istri. Ayahnya sudah meninggal. Pun mama dan kakaknya. Tapi hati bajanya tidak pernah tua. (Dahlan Iskan)
Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan Edisi 2 Juli 2023: Ketua DPRD
Rffnaaa Tharyyy
Emboen Sore Sungguh hebatnyo kebohongan kali ini terbongkar sungguh tak bisa dibiarkan wahai manusia jahat, kau bisa-bisanya menipu manusia yang tak punya salah dimata dunia alam ini. Kalau engkau seorang manusia yang tak punya hati terbentuk keras dan tak mempunyai salah dimata engkau, sungguh sedalam-dalamnya untuk meminta maaf sama kau. Engkau berapa kali untuk bohong sudah kelihatan jelas diwaktu tertentu itu, tempat itu bahwa manusia seperti engkau tak tegas untuk hadapi kebohongan kali ini dan kau sembunyikan dibalik semua ucapan manusia yang palsu setipis lembar tisu.....
Agus Suryono
#Pak Muliyanto Krista Kejadian begitu sering. Terbitnya sebenarnya jam suka-suka. Tapi tertulisnya jam 04.00. Soalnya Abah DIS belum tahu kalau dibohongi. Atau Abah tahu tetapi "membiarkannya". Seharusnya meskipun tidak harus memaharinya, tetapi harusnya jam nya ditulis apa adanya. ###Sebenarnya ini termasuk "korupsi waktu", yang memang tidak merugikan negara. Tetapi ini membuat "JENGKEL" para "Maniak PERTAMAX"..
MULIYANTO KRISTA
Adminnya korup. Kop-nya artikel tertulis 04.00. Tapi terbit 05.10. Bayarane durung cair koyokane.
Agus Suryono
KESULITAN MEMAHAMI CERITA ABAH DIS HARI INI.. Membaca artikel Abah DIS hari ini saya ada sedikit kesulitan. Khususnya terkait sisi korupsinya. PERTAMA. Diawali dengan membuat Perda tahun 2019 yang ada "gizi"nya USD 60 juta. KEMUDIAN. Abah juga menuliskan angka 1,3 Milyar (tanpa menuliskan USD atau rupiah) yang merupakan manfaat dari First Energy sebagai dampak dari Perda tahun 2019. Cara Abah menuliskannya tidak jelas. Tidak jelas antara "manfaat" dan "gizi". Terlalu mbulet. Ternyata (mungkin) sebenarnya sederhana, yaitu: 1). Sang Ketua DPRD membidani lahirnya Perda yang memberikan hak kepada First Energy untuk menerima "bail out", subdidi sebesar USD 1,3 milyar. 2). Dan untuk imbalannya, Ketua DPRD menerima "fee" (suap) sebesar USD 60 juta. 3). Ketua DPRD lancar dalam menyiapkan proses penyusunan Raperda antara lain karena 21 anggota DPRD terpilihnya melalui "pengaruhnya" - yaitu dengan uang juga. ###Semoga "saya jelas". (Hah..?). Dan semoga memang begitu maksud Abah DIS..
Komentator Spesialis
Untuk kawasan industri tertentu ada pilihan pakai perusahaan listrik swasta. Saya pakai swasta bukan PLN. Dengan jaminan dalam 1 tahun ada 2 kali lebih listrik mati, maka provider listrik harus berikan kompensasi.