ST2023 JAWAB KEBUTUHAN DATA BERBASIS BUKTI

ST2023 JAWAB KEBUTUHAN DATA BERBASIS BUKTI

Rillando Maranansha Noor, SE Fungsional Statistisi BPS Kabupaten OKU Timur. Deo/okutpos--

OPINI, OKUTIMURPOS.COM - Badan Pusat Statistik (BPS) saat ini sedang melaksanakan agenda sepuluh tahunan nya di setiap tahun berakhiran angka 3 yaitu Sensus Pertanian.  Sensus Pertanian Tahun 2023 (ST2023) merupakan sensus pertanian ketujuh, dimana pelaksanaan yang pertama dilakukan di tahun 1963. Pelaksanaan ST2023 sendiri telah termaktub dalam UU No.16 Tahun1997.
 
Presiden RI, Joko Widodo dalam pidatonya saat pencanangan ST2023 pada tanggal 15 Mei 2023 silam mengungkapkan pentingnya akurasi data pertanian karena menyangkiut hajat hidup orang banyak. Data pertanian dipandang sebagai data strategis karena 40 juta orang menggantungkan hidupnya di sektor ini. Jumlah tersebut sebanding dengan 29 persen dari total Angkatan kerja yang ada.
 
BPS melalui ST2023 harus mampu hadir sebagai jawaban dari kebutuhan data pertanian. Data pertanian terkini dengan tingkat akurasi tinggi yang dihasilkan dari ST2023 diharapkan mampu menopang kebijakan pemerintah dalam menghadapi berbagai tantangan sektor pertanian dewasa ini. ST2023 yang hadir dengan tagline “Mencatat Pertanian Indonesia Untuk Kedaulatan Pangan dan kesejahteraan Petani”. 
 
ST2023 mengakomodir berbagai variabel untuk kelengkapan data pertanian yang berkembang secara dinamis dan dirancang guna memperoleh hasil dengan standar internasional yang mengacu pada program Food and Agricultural Organization (FAO). ST2023 diharapkan mampu menghadirkan data pembuatan kebijakan berbasis bukti (evidence based decision).
 
Data pertanian menjadi hal yang sangat vital bila bicara strategi ketahanan pangan. Isu krisis pangan sejak akhir tahun kemarin seakan menjadi tantangan utama ketahanan pangan dunia, perang Rusia-Ukraina menjadi faktor merebaknya isu tersebut. Pertanian dirasa menjadi sektor yang perlu diperkuat untuk menunjang ketahanan pangan nasional. Perubahan iklim yang juga semakin dirasa pun menjadi tantangan yang harus dihadapi seluruh negara di berbagai belahan dunia, yang tentunya juga berdampak ke sektor pertanian.
 
 
Tantangan klasik sektor pertanian pun masih terpampang nyata, petani masih didominasi oleh usaha kecil dengan lahan yang terbatas, pengetahuan dan pemanfaatan teknologi pertanian yang masih rendah dan belum optimal, regenerasi petani yang dirasa jalan di tempat karena kurangnya minat pemuda untuk bertani, kualitas lahan yang semakin menurun, kemampuan petani dalam membelin pupuk, kurangnya sarana dan prasarana pertanian dan penanganan pasca panen serta pengolahan hasil yang belum optimal.
 
 
Pertanian Indonesia tak dipungkiri didominasi oleh petani kecil dengan luas lahan yang terbatas. BPS menghadirkan variabel luas lahan untuk menghadirkan bukti fenomena tersebut. Status kepemilikan lahan pun turut hadir agar tergambar bahwa tak sedikit petani menggarap lahan sewaan.
 
 
Pengetahuan dan pemanfaatan teknologi pertanian pun menjadi salah satu variabel yang ditanyakan di ST2023 terkait penggunaan mesin modern, internet, drone dan kecerdasan buatan. Pengetahuan petani terkait bibit rekayasa genetika pun turut ditanyak untuk menghadirkan bukti sejauh mana pengetahuan petani akan teknologi pertanian serta pemanfaatannya dalam kegiatan pertanian yang dilakukannya.
 
 
Regenerasi petani pun coba dipotret dalam ST2023 dengan menghadirkan variabel umur petani yang mengelola unit usaha pertanian tersebut. Kehadiran petani milenial tentu bukan sekedar pepesan kosong, namun harus dilihat kembali apakah mereka hadir hanya di usaha urban farming atau ke usaha pertanian konvensional.
 
 
Kualitas lahan yang dipaksa berproduksi terus-menerus berpuluh-puluh tahun pun harus menjadi fenomena yang perlu dipikirkan kebijakan kedepannya. Nilai produksi menjadi variabel yang mampu menggambarkan hal tersebut. Nilai produksi yang selama ini seakan hanya dipengaruhi oleh bibit yang digunakan, pupuk yang diberikan, pengaruh iklim yang sedikit serta pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) yang baik seakan mengaburkan kualitas tanah sebagai penyedia makanan bagi tanaman tersebut sebagai salah satu faktor penentu besar kecilnya hasil produksi.
 
 
Kelangkaan pupuk menjadi masalah klasik yang selalu muncul bila bicara tantangan pertanian. Berbagai solusi coba dihadirkan, yang terakhir melalui kehadiran kartu tani. Ketepatan sasaran yang berhak mendapatkan pupuk subsidi bukan satu-satunya hal yang dialami petani terkait pupuk, harga pupuk dengan kemasan berlabel “pupuk subsidi” pun menjadi kendala karena hampir menyamai harga pupuk non subsidi. Petani terpaksa mengeluarkan uang lebih untuk menyelamatkan tanamannya agar kerugian yang diderita tidak semakin besar.
 
 
Kehadiran irigasi tentu menjadi sarana yang diharapkan oleh petani. Kecukupan air masih menjadi penentu kesuksesan produksi. Kehadiran penyuluh pun juga diperlukan untuk menambah pengetahuan petani. Namun sayang penyuluh yang hadir terkadang hanya sebatas pada sub sektor tanaman pangan, peternakan dan perikanan. Hortikultura seakan tak diperhatikan, sehingga petani hortikultura lebih memilih mengikuti penyuluhan melalui channel-channel pertanian di youtube. Permodalan pun ditanyakan dalam ST2023, apakah petani memiliki akses Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan pernah mengajukan kredit untuk usaha pertaniannya. Asuransi tani yang sempat muncul beberapa tahun silam pun ditanyakan untuk mengetahui keberlangsungannya hingga saat ini.
 
 
Penanganan pasca panen pun perlu mendapat perhatian. Komoditin padi sawah sekarang seakan tak memerlukan proses tersebut karena mayoritas menjual langsung gabahnya di sawah tanpa proses pengeringan dan penggilngan. Petani hortikultura seharusnya tetap melakukan penanganan pasca panen seperti pencucian, sortasi, penyimpanan hingga proses pengemasannya. 
 
 
Banyak yang masih salah kaprah terhadap pertanian, banyak yang beranggapan pertanian hanyalah yang menyangkut tanaman saja, khususnya tanaman pangan dan hortikultura. Sejatinya pertanian merupakan suatu sektor yang memiliki sub-sub sektor seperti tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Tak hanya itu, jasa pertanian pun menjadi cakupan dalam pelaksaaan ST2023. 
 
 
Sensus Pertanian dianggap sangat penting oleh bapak Presiden, bahkan beliau berseloroh bahwa seharusnya data yang sangat penting ini diselenggrakan paling tidak 5 tahun sekali, mengingat anggrannya pun tidak terlalu besar bila dibandingkan dengan manfaatnya. Berbagai variabel yang ditanyakan kepada petani diharapkan mampu memotret kondisi pertanian Indonesia terkini. Akurasi data menjadi perhatian utama pelaksanaan ST2023 karena data yang dihasilkan berbasis bukti. Kecakapan petugas dan kejujuran responden dalam memberikan jawaban menjadi penentu suksesnya ST2023. Mari bersama mencatat pertanian Indonesia, untuk kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani. 
 
Penulis: 
Rillando Maranansha Noor, SE
Fungsional Statistisi BPS Kabupaten OKU Timur. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: liputan langsung