5 Pengisi Buku Ki Parno Sudah Tiada

5 Pengisi Buku Ki Parno Sudah Tiada

H Suparno Wono (Ki Parno) ketika menjadi dalang di suatu acara.-repro-Buku Ki Parno Sang Dalang

KI Soeparno Wonokromo (Disadur dari Buku Ki Parno Sang Dalang)

*Mengenang 2 Tahun Meninggal H Soeparno Wonokromo, Raja Koran dan TV Lokal Sumbagsel, Jawa Barat, dan Jawa Tengah


Oleh: Purwadi


DESEMBER, bulan duka bagi keluarga besar WSM (Wahana Semesta Merdeka) Grup. Khususnya keluarga besar Sumatera Ekspres (Sumeks Grup).

Dua tahun lalu. Tepatnya Rabu, 9 Desember 2020, hari wafatnya H Soeparno Wonokromo-sang Boss/Raja Koran dan TV di Sumbagsel, Jawa Barat dan Jawa Tengah. 

Hari itu, kita sangat kehilangan Tokoh Pers Nasional yang low profil itu. Penyakit Kangker Pankreas membuatnya begitu drop. Almarhum sempat menjalani operasi dan pasca operasi beberapa kali drop dan masuk rumah sakit.

Terakhir, pria yang selalu tampil energik dan periang ini dirawat di RSCM Jakarta. Bos Parno-begitu panggilan anak buahnya, meninggal dunia dalam usia 62 Tahun 9 bulan.

Untuk mengenang pria kelahiran 10 Maret 1958 ini, Sumeks Grup melalui unit usahanya Sumeks Books (PT Radar Citra Media) menerbitkan sebuah buku berjudul "Ki Parno Sang Dalang".

Buku ini berisi kumpulan tulisan karyawan Sumeks Grup. Termasuk para petinggi, direksi dan pemegang saham WSM Grup seperti Dwi Nurmawan. Ada juga Yanto S Utomo (Dirut WSM), H M Muslimin (Dirut Sumeks dan Rakyat Bengkulu Grup), dan H Ardiansyah (CEO Radar Lampung Grup dan Direksi di WSM).

Ada juga tulisan H Herman Deru, Gubernur Sumsel dan H Rosihan Arsyad (Gubernur Sumsel 1998-2003). Semuanya ada 34 tulisan. Artinya ada 34 penulis yang memberikan komentar seputar sosok Bos Parno.

Tim penyusun buku yakni H Mahmud (wartawan senior, direktur perusahaan koran daerah Prabumulih Area dan OKU Raya), Zulhanan (GM Sumeks Books) dan Ramadian Evrin (Tim Sumeks Book).

Sebelum menyajikan rangkuman beberapa komentar menarik tentang Bos Parno saya hanya ingin mengingatkan kepada kita semua. Bahwa takdir umur manusia sungguh menjadi rahasia Tuhan.

Saya hanya ingin mengingatkan kita semua, bahwa dari 34 penulis di Buku Ki Parno Sang Dalang, sudah lima penulis yang mendahului kita (wafat)

Mereka adalah H Margiono (mantan Ketua PWI Pusat dan Bos Rakyat Merdeka Grup). Margiono meninggal dunia pada Selasa, 1 Februari 2022. Atau 1 tahun pasca buku Ki Suparno Sang Dalang terbit, 1 Januari 2021. Almarhum meninggal lantaran terpapar Covid 19.

Kemudian sebelumnya, Kamis, 8 Juli 2021 H Dulmukti Djaya yang tutup usia. Almarhum meninggal dunia 7 bulan setelah almarhum Bos Parno.  Fotografer senior Sumatera Ekspres ini meninggal dunia dalam usia 89 tahun. Beliau wafat beberapa tahun setelah pensiun dari Sumatera Ekspres.

Berikutnya 18 hari kemudian menyusul H Mochamad Zadjuli (Mas Juli). Mantan Direktur Percetakan PT Sumex Intermedia ini meninggal dunia 26 Juli 2021 ketika dalam perjalanan menuju RS Hermina Palembang. Almarhum juga diduga terpapar Covid 19.

Keempat, penulis komentar tentang sosok Bos Parno yang telah wafat adalah Ki Manteb Sudarsono-guru dalang dan sekaligus teman Bos Parno. Ki Manteb meninggal dunia 2 Juli 2021 dalam usia 73 tahun kurang 1 bulan.

Dan terakhir adalah Budi Santoso, S.Ag (GM Silampari TV Lubuklinggau). Budi menghembuskan napas terakhirnya di RS AR Bunda Lubuklinggau, Rabu malam, 12 Oktober 2022 lantaran sakit. Dimakamkan di Baturaja, OKU.

Untuk mengenang para almarhum (penulis), saya akan merangkum komentar mereka terhadap sosok Bos Parno.  Dan komentar penulis lainnya.

Margiono: Sang "Dahlan Kunting"

CEO Rakyat Merdeka ini mengaku banyak kesamaan dengan Bos Parno. Antara lain, sama sama wartawan di Jawa Pos. Sama sama anak buah Pak Dahlan Iskan. Terjun di dunia wartawan pun pada tahun yang sama, 1980 an. Terkahir, sama sama menyukai wayang (jadi dalang).

Mengapa Margiono menjuluki Bos Parno dengan julukan "Dahlan Kunting" atau Dahkan Kecil?.

Margiono mengumpamakan kalau di tokoh satria pewayangan bernama Raden Setyaki yang suka disebut, atau dimiripkan dengan Bima. 

Sosok Bima bertubuh besar dan gagah. Sedangkan Raden Setyaki ini bertubuh kecil. Makanya Setyaki sering disebut Bima Kunting. Begitulah Suparno (Bos Parno) tulis Margiono di buku itu.

Bos Parno tubuhnya kecil, tidak mirip dengan Pak Dahkan Iskan. Tetapi kata Margiono tampak sekali Bos Parno mencontoh karakter dan perilaku Pak Dahlan Iskan.

Margiono beranggapan bahwa Bos Parno sangat mengidolakan kepemimpinan Pak Dahkan Iskan di Jawa Pos kala itu. Sehingga dalam banyak hal, Bos Parno seolah mengadopsi pemikiran dan tindakan Pak Dahlan Iskan.

Misalnya gaya bicara, cara memotong pembicaraan orang. Cara menyuruh orang. Kerja kerasnya. Serta kesederhanaannya. Kemana mana hanya mengenakan sendal jepit dan membawa plastik kresek.

"Kalau saya panggil Dahlan Kunting, jawabnya Ah, bisa aja Pak MG. Ya enggak lah. Pak Bos kan orang besar, saya ini siapalah....," ujar Margiono seperti ditulisnya dalam buku Ki Parno Sang Dalang.

Ternyata, Bos Parno pernah menjadi anak buahnya, ketika Margiono menjadi Kepala Biro Jawa Pos di Jakarta. Makanya Margiono tahu persis dengan Bos Parno orangnya tipe pekerja keras.

Ketika mendapat tugas Bos Parno tidak pernah menolak. Dikirim liputan ke daerah komplik sekali pun seperti ke Timor Timur (ketika masih bagian RI) Bos Parno tak membantah. Bahkan dengan riang gembira Bos Parno menjalankan tugasnya.

Margiono memuji Bos Parno. Karena satu satunya anak buah Pak Dahkan Iskan yang membuktikan keberhasilan membangun bisnis koran di luar Pulau Jawa.

"Biasanya anak buah Pak Dahlan rata-rata berhasil dulu di Pulau Jawa baru dikirim ke luar Jawa. Untuk Suparno Ini kebalikannya. Berhasil di luar Jawa dulu baru merambah ke beberapa kota di Pulau Jawa," kata Margiono.

(Bersambung)



























Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: buku ki parno sang dalang