Meskipun sering disebut-sebut "sosialis", Rizal sebenarnya religius. Saya sering jalan kaki bersama dari Istana Negara ke Mesjid Baiturrahim untuk shalat zuhur dan shalat Jum'at.
Sambil berseloroh dia bilang ke saya "jelek-jelek ayah saya dulu orang Masyumi. Sama seperti anda. Nasionalis, Sosialis, Religius" katanya, sambil membuka tali sepatu di tangga Mesjid Baiturrahim.
BACA JUGA:Bawaslu OKU Timur Buka Posko Pengaduan Masyarakat
Sebagai sahabat, beberapa kali Rizal datang ke rumah saya. Sayapun beberapa kali pula bertandang ke rumahnya.
Ngobrol banyak tentang perkembangan politik, hukum dan ekonomi. Tidak selalu pikiran kami sama. Tetapi kami berangkat dari keprihatinan yang sama, dan mempunyai cita-cita yang sama, bagaimana memajukan bangsa ini dan keluar dari ketertinggalan.
Kini sahabat saya Rizal Ramli telah pergi buat selamanya. Hidup ini singkat. Dia telah berbuat sesuatu untuk memikirkan dan mencari jalan keluar dari masalah mendasar yang dihadapi bangsa ini.
Tentu masalah-masalah bangsa takkan selesai oleh sebuah generasi. Tantangan lama belum rampung, tantangan baru telah muncul di depan mata.
Namun paling tidak, seseorang telah ikut menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk ikut menyelesaikannya.
"Rizal Ramli telah melakukan tanggung-jawab itu selama hidupnya. Tugas generasi baru pula untuk meneruskannya," tulisnya di Manila, 3 Januari 2024.