Setelah mendapat telepon, Putri ditanya oleh Raja dan keluarga. Dia ceritakan bahwa telepon itu mengabari tentang ayahnya yang meninggal. Mereka pun meneruskan perjalanan pulang, karena memang malam itu mereka dalam perjalanan pulang ke Lampung. Putri dan rombongan tiba di Lampung Selasa pagi, pukul 06.00 WIB. Setelah menyiapkan perlengkapan, pakaian nikah, mas kawin dan peralatan lainnya, mereka langsung pulang ke Saung Naga.
“Waktu sampai di Desa Bindu jalanan macet. Ada orang yang menebang pohon. Saya turun sambil menangis minta didulukan lewat. Karena memang hari sudah siang, sementara keluarga menelpon terus menanyakan posisi saya dan rombongan,” aku Putri.
Akhirnya, setelah pihak keluarga mengetahui Putri dan rombongan terjebak macet di Bindu, mereka pun dijemput. Mobil yang mereka tumpangi ditinggalkan di lokasi macet. “Kami dijemput keluarga. Mobil yang kami tumpangi kami tinggalkan di lokasi macet,” kata Putri.
Begitu sampai di rumahnya, setelah istirahat sebentar, proses ijab kabul pun dimulai. Bertindak sebagai walinya, Darwin Ricardo, kakak kandung Putri. Sebelumnya, Putri dan Raja minta izin kepada Darwin dan ayahnya yang terbujur di ruang tengah samping kamar depan.
“Saya minta izin dulu dengan ayah dan kakak (Darwin). Setelah direstui akad nikah pun dilaksanakan,” katanya.
Kenapa Putri minta dinikahkan segera di depan jasad ayahnya? Sebab, kata Putri, menurut adat Jawa, kalau tidak hari itu, maka harus menunggu satu tahun lagi. “Jadi kami sepakat minta dinikahkan hati itu saja (sebelum pemakaman)," tambahnya.