Prestise PWI

Prestise PWI

Ilustrasi kerja jurnalistik-download-internet

Bicara kewenangan, PWI hanya menghimpun para jurnalis untuk menjalan profesinya sesuai dengan UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik atau Kode Etik Wartawan Indonesia.

Jika ada pelanggaran etik, PWI hanya bisa menindak anggotanya saja, itu pun harus dengan sidang pertimbangan dewan kehormatan PWI.

Dan sanksi terberatnya hanya mencabut status keanggotaan PWI seorang jurnalis yang melakukan pelanggaran berat.

Terkait profesi jurnalisnya sendiri PWI tidak berwenang untuk mencabut atau memberhentikannya, itu sudah masuk ranah perusahaan pers tempat si jurnalis bekerja.

 

Ilustrasi jurnalis. net

 

Jika ada kesalahan dalam menerbitkan karya jurnalistik, maka mekanisme penyelesaiannya ke Dewan Pers. Para pihak yang bersengketa akibat pemberitaan suatu media akan dimediasi oleh Dewan Pers.

Jika ada pelanggaran kode etik, Dewan Pers membuat rekomendasi kepada perusahaan pers bersangkutan agar melakukan klarifikasi dan perbaikan pada kesempatan pertama.

Jika ada pelanggaran hukum, Dewan Pers akan melimpahkannya ke Aparat Penegak Hukum (APH).

Hal itu, sudah diatur dalam kesepakatan bersama antara Dewan Pers dan APH (Jaksa Agung dan Polri), berlaku berjenjang sampai ke Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Dari sisi otoritas PWI Pusat yang dominan mengatur masalah keanggotaan dibantu oleh PWI Provinsi.

Sementara, PWI Kabupaten/Kota hanya mengerjakan program kerja PWI Provinsi, tidak ada kewenangan untuk menerbitkan SK atau merekrut keanggotaan secara langsung.

Menjadi pengurus atau Ketua PWI hanya sebatas prestise saja. Tidak ada honor apalagi gaji tetap.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: liputan