MK Tolak Gugatan UU Pilkada, Jabatan 270 Kepala Daerah Kurang dari 4 Tahun

MK Tolak Gugatan UU Pilkada, Jabatan 270 Kepala Daerah Kurang dari 4 Tahun

Gedung Mahkamah Konstitusi -dok---

JAKARTA, OKUTIMURPOS.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) Tidak mengabulkan gugatan Undang-Undang Pilkada.

Akibatnya, sebanyak 270 kepala daerah tak bisa memimpin selama 5 tahun.

Para kepala daerah itu merupakan pemenang Pilkada 2020. 

Perubahan desain penyelenggaraan Pilkada hanya bisa dilakukan oleh pembentuk UU, yakni Pemerintah dan DPR.

Karena itu, 270 kepala daerah harus menerima nasib sama dengan masa jabatan kepala daerah yang terilih sebelum 2020.

 
 

Hal itu tertuang dalam keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 95/PUU-XX/2022.

Hakim Konstitusi Suhartoyo mengungkapkan alasan MK menolak mengabulkan masa jabatan selama 5 tahun untuk kepala daerah yang ter­pilih di Pilkada 2020.

Pertama, MK meyakini penentuan model pemilihan umum serentak di Indonesia adalah kewenangan pembentuk UU.

MK berpendirian bahwa pembentuk UU-lah yang memiliki kewenangan untuk menentukan rancang bangun pe­nyelenggaraan Pemilu serentak. 

 

Termasuk juga penyelenggaraan Pilkada serentak secara nasional sesuai dengan batas-batas kon­stitusional.

Kedua, MK berpendapat bahwa upaya mewujudkan Pilkada serentak nasional, telah disusun desain penyelenggaraan transisi yang terdiri atas empat gelombang. 

Yakni Pilkada serentak Tahun 2015, Tahun 2017, Tahun 2018, Tahun 2020 dan Tahun 2024.

Oleh karena itu, gelaran Pilkada 2024 merupakan bagian dari transisi untuk mewujudkan proses integrasi jadwal Pilkada nasional.

“Ini (Pilkada 2024) upaya untuk menuju penyelenggaraan Pilkada serentak secara nasional setiap lima tahun. Hal itu akan dimulai pada Tahun 2024 dan seterusnya,” ujar Pria kelahiran Sleman, Yogyakarta, ini dalam keterangan resminya di laman MK.

Suhartoyo juga bependapat, tidak ada pelanggaran UUD 1945 bila Pasal 201 ayat (7) dan ayat (8) UU Pilkada menyebut bahwa kepala daerah hasil Pilkada 2020 hanya menjabat hingga 2024.

Menurut mahkamah, Pasal 201 ayat (7) dan ayat (8) Undang-Undang Pilkada sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat, Pilkada yang demokratis, persamaan kedudukan, dan kepastian hukum yang adil se­bagaimana dijamin oleh UUD 1945,” beber dia.

Sebelumnya, permoho­nan uji materi dengan Nomor 95/PUU-XX/2022 diajukan oleh Bupati Mandailing Natal, Muhammad Ja’far Sukhairi Nasution dan Wakil Bupati Atika Azmi Utammi.

 
 

Keduanya berpendapat, ke­tentuan Pasal 201 UU Pilkada, khususnya ayat (7) dan ayat (8) bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 22E ayat (1).

 
 

“Ketentuan Pasal 201 ayat (7) dan ayat (8) tidak akan ber­tentangan dengan UUD 1945, sepanjang dimaknai tidak ber­laku bagi pemohon dan selu­ruh Kabupaten dan Kota yang melakukan pemungutan suara tahun 2020,” bunyi dalil kedua pemohon.

Di sisi lain, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jawa Timur (Jatim) Choirul Anam mengakui, masa jabatan kepala daerah hasil Pilkada 2020 bukan lima tahun. 

Pasalnya, Pilkada serentak akan kembali digelar pada 2024.

 

Kondisi demikian menimbulkan Konsekuensi adanya Pilkada 2024.

Sehingga kepala daerah yang terpilih di Pilkada 2020 akan menjabat tidak genap sam­pai 4 tahun.

“Masa jabatan kepala daerah terpilih 2020 bukan lima tahun, tapi sekitar tiga tahun lebih. Sebab, setelah dipilih, para kepala daerah itu baru dilantik pada 2021,” tukas Choirul.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: fin.co.id