Ingat Peristiwa GBLA, Thomas Doll: Saya Naik Rantis Tinggalkan Bandung

Ingat Peristiwa GBLA, Thomas Doll: Saya Naik Rantis Tinggalkan Bandung

Ribuan Bonek Persebaya Surabaya datang ke Tugu Pahlawan untuk mendoakan para korban tragedi Kanjuruhan 1 Oktober. -Persebaya/@persebayaupdate -Disway.id--

JAKARTA, OKUTIMURPOS.COM - Derbi Jawa Timur antara Arema FC dan Persebaya Surabaya selalu sarat emosional. Namun kejadian akhir pekan kemarin setelah Arema dibekap Persebaya 3-2 sudah di luar nalar kemanusian.

Pelatih Persija Jakarta Thomas Doll memberikan bantuan psikologi kepada pemain tim Macan Kemayoran untuk menguatkan mental mereka dalam menyikapi tragedi Kanjuruhan yang memakan korban jiwa sedikitnya 125 orang.

Apalagi tragedi itu terjadi satu hari sebelum duel antara Persija dan Persib Bandung di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA).

Seperti halnya derbi Jatim, duel melawan Persib juga selalu menghadirkan drama, baik di dalam maupun di luar lapangan.

 

Laga tersebut akhirnya urung digelar setelah PSSI dan operator kompetisi PT Liga Indonesia Baru (LIB) memutuskan menunda seluruh pertandingan selama satu pekan, karena mereka akan melakukan investigasi terhadap insiden di Kanjuruhan.

Doll mengungkapkan, tragedi Kanjuruhan sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap penggawa Persija. Saat ini para pemain Persija sedang diberi liburan sekembalinya dari Bandung.

“Kami akan berlatih lagi hari Selasa, dan akan bertanya kepada pemain apakah mereka membutuhkan bimbingan psikologi,” ujar Doll dalam wawancaranya dengan Bild dikutip Disway.id laman Sportbuzzer, Selasa 4 Oktober 2022. 

Mantan penggawa timnas Jerman ini tidak habis pikir permainan sepakbola yang harusnya bisa dinikmati justru membuat ratusan nyawa melayang. Menurut Doll, trauma atas peristiwa memilukan tersebut tak bisa hilang dalam waktu singkat.

“Saya sangat sedih dengan apa yang telah terjadi. Saya sudah melakukan pembicaraan pertama dengan para pemain saya tentang hal ini. Mereka semua dapat mengerti, dan sangat prihatin,” ucap Doll.

“Ini sudah tidak ada hubungannya lagi dengan sepakbola. Itu semua membuat saya merenung. Tentu akan memakan waktu lama untuk memproses tragedi ini,” imbuhya.

Doll kemudian menceritakan pengalamannya harus menaiki kendaraan taktis (Rantis) ketika meninggalkan Bandung. Kebijakan itu diambil, karena kekhawatiran hal serupa terjadi di Bandung.

“Untuk alasan keamanan, kami segera dibawa dengan mobil polisi lapis baja ke bus tim kami yang diparkir sejauh 40 kilometer (dari hotel). Kami kembali ke Jakarta di bawah pengawalan polisi,” ucap Doll.

Terlepas dari cerita Sementara itu, ribuan Bonek Persebaya Surabaya datang ke Tugu Pahlawan untuk mendoakan para korban tragedi Kanjuruhan 1 Oktober. 

Dalam keterangan resminya, Keluarga besar Persebaya menyampaikan turut berdukacita sedalam-dalamnya atas jatuhnya korban jiwa setelah laga Arema FC vs Persebaya.

"Semoga segala amal ibadah korban diterima dan dosa-dosanya diampuni oleh Tuhan Yang Maha Esa," twit Persebaya Surabaya @persebayaupdate

"Semoga keluarga korban dikuatkan dengan kesabaran dan ketabahan. Yang paling penting, semoga tidak ada lagi tragedi berdarah di sepak bola," tulisnya.

"Tidak ada lagi rivalitas berlebihan, tidak ada permusuhan, semua tembok diruntuhkan demi satu kata, kemanusiaan. Tidak ada apapun yang seharga dengan nyawa. Humanity above football, Al-fatihah," twit Persebaya. 

Sementara itu, penjaga gawang Arema FC Adilson Maringa mengaku sulit menghilangkan trauma tragedi Stadion Kanjuruhan akhir pekan kemarin yang menyebabkan 125 suporter dan dua polisi harus kehilangan nyawa.

Maringa tidak menyangka kekalahan 3-2 dari Persebaya Surabaya berakhir dengan tragedi memilukan. 

Menurut Maringa, derbi Jawa Timur berlangsung dengan normal sepanjang 90 menit. Begitu juga beberapa saat setelah pertandingan berakhir ketika pemain berkumpul untuk memberikan salam.

“Tak lama kemudian, kami melihat fans mulai menginvasi lapangan. Polisi meminta kami untuk meninggalkan lapangan, dan menuju kamar ganti. Kami berjalan normal saja. Namun invasi makin membesar, dan polisi sulit untuk menahannya,” cerita Maringa kepada laman Globo.

“Jika Anda melihat di Video, Anda bisa melihat saya menjadi orang terakhir. Ketika saya sedang jalan, sekitar delapan orang datang dan memegang saya. Saya sulit keluar dari kerumunan, dan saya mulai ketakutan,” tuturnya.

Maringa akhirnya bisa melepaskan diri, dan langsung menuju kamar ganti pemain. Pria berusia 32 tahun asal Brasil ini kemudian melihat polisi berusaha mencegah massa masuk ke dalam kamar ganti pemain.

“Setelah kami masuk, kebiadaban mulai terjadi. Polisi berusaha menahan, tapi tidak bisa, karena jumlah massa lebih banyak. Mereka lalu menginjak dua orang polisi, yang akhirnya meninggal dunia. Kemudian terdengar suara letupan, kebiadaban lainnya pun terjadi,” beber Maringa.

“Kami ada di kamar ganti selama lima atau enam jam, dan kami tidak tahu apa yang terjadi. Hanya terdengar teriakan dan suara letupan. Kami ketakutan, karena merasa nyawa kami terancam. Kami hanya bisa berpikir: 'Mereka akan masuk ke sini (kamar ganti), dan membunuh semua orang yang ada di dalamnya,” imbuhnya.

“Tiba-tiba beberapa orang membawa korban yang sudah sekarat karena menghirup asap gas air mata. Mereka meninggal di dalam ruang ganti. Ketika saya melihat itu, saya putus asa. Saya berkata: 'Ya Tuhan, saya akan kehilangan nyawa saya dalam sekejap dari permainan sepakbola,” ceritanya.

“Kami meninggalkan stadion pada pukul 04:00, serta melihat bencana di dalam dan luar lapangan. Saya tidak pernah melihat hal seperti ini, orang-orang terbunuh seperti binatang,” imbuhnya.

 

Maringa mengaku trauma dari tragedi ini akan sulit dilupakan. Maringa kini hanya bisa menunggu mengenai keputusan yang mungkin diambil FIFA terkait kejadian itu. Arema pun sudah dilarang menggelar pertandingan di Kanjuruhan oleh PSSI dan pemerintah.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: disway.id