Tapi kantong Sandi juga tebal. Sandi punya pendukung besar di Jawa Barat. Itu bisa menutup kelemahan Ganjar di Jabar –kekuatan utama Anies dan Prabowo.
Kalau saja cawapres boleh dua maka Ganjar akan pilih dua-duanya. Dapat Jatim dan Jateng. Juga dapat logistik. Apalagi dua pengusaha muda ini bersahabat sejak muda. Sejak sama-sama di Amerika. Sama-sama menggemari olahraga. Selalu seiring sejalan dalam bisnis dan pergaulan.
Maka saya bisa membayangkan bagaimana persaingan dua sahabat ini di babak penyisihan. Tapi tidak usah khawatir. Keduanya juga sudah biasa bersaing. Pun di Pilpres 2019. Erick adalah tim pemenangan Jokowi. Sandi adalah cawapres pesaing Jokowi. Toh dua-duanya bisa bersatu di kabinet.
Atau, jangan-jangan dua-duanya ternyata tersisihkan oleh tokoh seperti Jenderal BG. Yang kemampuan intelijennya bisa diandalkan. Pun punya jaringan yang sangat kuat di lingkungan Polri. Peranan aparat masih begitu penting dalam proses pemungutan dan penghitungan suara. Toh setebal-tebal kantong Sandi tidak bisa membeli suara kemenangan di Pilpres lalu.
Kerumitan yang mirip-mirip juga dihadapi Prabowo dan Anies Baswedan: cari pasangan yang bisa menambah suara. Baik lewat ketokohannya, dompetnya, maupun kekuasaannya.
Khusus untuk dua capres ini masih ditambah kerumitan lain: mengamankan kendaraan yang akan dipakai maju Pilpres. Partai PKB bisa ''mengunci'' Prabowo. Kalau PKB ngambek Prabowo kehilangan kendaraan.
Pun Anies Baswedan. Begitu salah satu dari Nasdem, Demokrat, dan PKS ngambek kendaraan itu mogok.
Maka Anda-Anda lebih baik tetap saja bekerja seperti biasa. Tidak usah terlalu memikirkan capres-cawapres. Jangan sampai sudah mulai berkelahi karena beda dukungan. Akhirnya rezeki menjauh.
Amankanlah rezeki sendiri lebih dulu. Rezeki begitu sulit dicari hari-hari ini. Kecuali lewat korupsi dan peti mati. (Dahlan Iskan)
Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan Edisi 30 April 2023: Tandu Huang
Leong Putu
Kalau ada seorang laki - laki yang sudah menikah dan masih menyalurkan hobi mendaki gunung (sungguhan) sendirian kemungkinan bisa jadi istrinya galak ia hanya sedang ingin melarikan diri sejenak .
Mirza Mirwan
Bung Imau, saya sendiri belum pernah membaca Angsa-Angsa Liar. Saya membacanya versi asli: "Wild Swans: Three Daughters of China". Sebenarnya Wild Swans cukup jelas menggambarkan tentang Revolusi Kebudayaan, terutama di bagian cerita tentang Chang. Hanya saja terbatas pada apa yang dialami dan dilihat di sekeliling Chang. Wild Swans yang terbit di Inggris tahun 1991 (sudah diterjemahkan ke dalam 38 bahasa) itu malah menjadi buku terlarang di Tiongkok. Yang beredar di Tiongkok adalah terjemahan bajakan. Cerita tentang Revolusi Kebudayaan versi Chang justru lebih lengkap di bukunya yang terbit 2005, "Mao: The Unkown Story", yang ditulis bersama suaminya yang sejarawan, Jon Halliday. Yang ini jauh lebih tebal dari Wild Swans, 800-an halaman (entah ada terjemahannya atau tidak). Btw, setahu saya Jung Chang belum pernah memenangi Nobel Sastra.
imau compo