Doa Mathur
--
MENJELANG Pemilu ini doa setelah salatnya sama: Ya Allah, lemahkan semangat saya untuk menjadi caleg manakala selama menjadi anggota DPRD ini tidak bermanfaat untuk orang banyak.
Yang mengucapkan itu Anda sudah tahu: Mathur Husyairi. Ia orang Madura dari Bangkalan. Yang pernah ditembak dari jarak dekat karena anti korupsinya.
Mathur pemberani. Pun di Bangkalan, ketika bupati di sana sangat berkuasa, dalam pengertian yang sebenarnya: KH Fuad Amin.
Ada dua orang muda yang sangat berani mengkritik bupati saat itu. Satunya lagi adalah wartawan kami: Risang Bima Wijaya. Benar-benar tidak takut apa pun. Padahal ancaman fisik sangat nyata. Kini Risang jadi pengacara di Bangkalan.
"Kami sering dinilai gegabah. Kurang memperhitungkan risiko. Memang kami tidak menghitung risiko. Ini Bangkalan. Kalau pakai berhitung bisa tidak berani berbuat," ujar Risang.
Keduanya masih bekerja sama dalam keberanian. "Setelah berhenti sebagai wartawan saya jadi pengacara bergaya LSM. Ia jadi anggota dewan juga dengan gaya LSM," ujar Risang.
Mathur kini menunggu dipanggil KPK. Ia begitu ingin memberikan kesaksian apa yang terjadi dengan dana pokir (pokok pokiran) di DPRD Jatim. Yang membuat tokoh Golkar Jatim ditangkap KPK: Sahat Tua Simanjuntak.
Hari-hari ini Sahat disidangkan di pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor). Kepada media ia berterus terang mengaku bersalah. Ia justru minta doa masyarakat Jatim. Agar diberi kesehatan untuk bisa mempertanggungjawabkan kesalahannya itu.
Sahat pernah mendapat gelar ''macan Indrapura''. Bersama Sabron Jamil. Indrapura adalah lokasi gedung DPRD Jatim. Sabron meninggal karena Covid.
Ketua dan seluruh wakil ketua DPRD Jatim kini juga sudah dicegah ke luar negeri. Nasibnya tergantung pada hasil pengadilan terhadap Sahat.
Saya belum mendapat info apakah di surat dakwaan yang dibacakan Selasa lalu disebut-sebut juga nama anggota DPRD yang lain. Media sangat minim meliput kasus ini.
Mathur sudah mempersoalkan jenis dana seperti itu sejak masih menjadi aktivis LSM. Ia adalah ketua Jaka Jatim (Jaringan Kawal Jatim). Ia memang aktivis sejak di kampus IAIN Sunan Ampel Surabaya. Ia aktif di PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) di bawah NU.
Dulu dana yang dipersoalkan Mathur itu disebut P2SEM. Intinya setiap anggota DPRD mendapat alokasi dana untuk pemilih mereka. Penggunaannya relatif bebas. Proposal pengajuannya pun bisa asal-asalan.
Akibatnya, ketua DPRD Jatim kala itu, KH Fathorrasjid, ditangkap. Banyak proyeknya fiktif. Hebatnya, ia tutupi semua kesalahan anggota DPRD di sana. Ia tanggung sendiri kesalahan itu. Ia masuk penjara. Tak lama setelah bebas ia meninggal dunia.
Program P2SEM pun dibubarkan. Dihapus.
Lalu muncul program lain: Jasmas (jaring aspirasi masyarakat), lalu Pokir. Sampai sekarang. Setiap anggota DPRD Jatim dapat alokasi dana Pokir Rp 10 miliar setahun. Ditambah lagi sekitar Rp 1 miliar –kalau ada PAK.
Anggota DPRD bisa menggunakan dana itu dengan wewenang penuh. Cukup ada pengajuan program dari kelompok masyarakat. Yang disebut kelompok masyarakat itu cukup 6 orang. Bisa lebih.
Maka kepala desa menjadi sosok yang bisa dimanfaatkan. Kepala desalah yang secara mudah bisa membentuk kelompok masyarakat.
Dana itu bisa dibuat proyek apa saja. Mulai pengaspalan jalan, plengsengan parit, pendidikan, dan apa pun yang diminta kelompok masyarakat.
Kelak, kepala desa bisa dapat komisi. Demikian juga anggota kelompok masyarakat. Kelompoklah yang punya wewenang siapa yang ditunjuk untuk mengerjakan proyeknya. Bisa dikerjakan sendiri, bisa kontraktor.
Para kontraktor pun tahu ada dana Pokir seperti itu. Maka mereka mendekati anggota DPRD. Bisa membantu mencarikan lokasi di desa mana. Bisa membantu membentukkan kelompok masyarakat. Bisa membantu mencarikan yang pandai bikin proposal.
Program ini kian lama kian maju: bayar komisi di depan. Diijonkan. Si anggota DPRD dapat uang lebih dulu. Dari kontraktor. Pun sebelum proyek dikerjakan. Bahkan sebelum ada proposal. Proposal sama sekali bukan halangan. Proposal bisa dibuat cepat. Banyak yang bisa di-copy paste.
Mathur sudah mencurigai semua itu sejak masih jadi aktivis. Ia pernah bersurat ke Gubernur Jatim Soekarwo: minta data seluruh penggunaan APBD Jatim. Khususnya untuk program jenis Pokir ini.
Data tidak pernah diberikan.
Mathur menggugat gubernur ke Komisi Informasi. Mathur menang. Gubernur harus memberikan data itu. Tidak pula diberikan. Mathur pun ke Mahkamah Agung. Putusan MA jelas: gubernur harus membuka.
Tidak juga dibuka.
Mathur mulai berpikir untuk menjadi anggota DPRD Jatim. Ia ingin mendapat data dari dalam. Ia pun mendekati pengurus Golkar Bangkalan. Ia ingin maju dari Golkar.
Keinginannya itu dihalangi oleh Bupati Fuad Amin. Ia kenal ketua Golkar Jatim Martono. Ia berjuang lewat atas. Mathur pun dapat nomor 7 di dapil Madura. Tapi nomor itu pun dihilangkan.
Maka untuk Pemilu 2014 itu Mathur mencari partai apa pun yang bisa menerima dirinya. Ketemulah: Partai Bulan Bintang. Ia maju lewat PBB. Tidak terpilih. Tidak ada waktu untuk sosialisasi.
Di Pemilu 2019 ia maju lagi. Juga lewat PBB. Dapil Madura. Berhasil. Ia menjadi satu-satunya anggota DPRD provinsi Jatim yang dari PBB. Bahkan di seluruh Jawa, PBB hanya dapat 1 kursi itu. Suara PBB begitu kecil.
Maka tidak ada fraksi PBB di DPRD Jatim. Nasibnya sama dengan Hanura yang juga hanya punya satu kursi. PKS pun tidak bisa membentuk fraksi: hanya 4 kursi. Syarat membentuk fraksi adalah lima kursi. Maka PKS, PBB, dan Hanura membentuk fraksi gabungan.
Haknya sebagai anggota DPRD sama: dapat dana Pokir itu. Mathur menggunakannya untuk membangun gedung rektorat Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Darussalam. Lima lantai. Di desa Pakong, kecamatan Modung, tak jauh dari perbatasan antara Kabupaten Bangkalan dan Sampang.
Di Bangkalan, jangan kaget, kini sudah ada 9 perguruan tinggi.
Sahat Simanjuntak tertangkap KPK karena proyek Pokirnya tidak ada. Begitu banyak proyek yang tidak ada wujudnya. "Tahun 2021 saja ada Rp 1,3 triliun yang tidak ada laporan pertanggungjawabannya," ujar Mathur.
Mathur orang Madura yang lahir di Sambas, Kalbar. Sampai SMP masih di sana. Ikut nenek. Ibunya meninggal ketika Mathur baru berumur 4 tahun. Sang ayah berumah tangga lagi.
Tamat SMP Mathur ingin masuk pondok pesantren di Madura. Sambil sekolah di SMA Pamekasan. Lalu ia kuliah di fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, Surabaya.
Di Pemilu 2024, Mathur akan maju lagi. Juga lewat PBB. Ia sudah punya akar di Madura. Tapi itu tidak harus. Kalau tidak ada manfaatnya ia tidak akan maju lagi.
Mathur pernah dipanggil ketua fraksi gabungan. Dari PKS. "Saya diminta tidak terlalu keras. Teman fraksi lain minta tolong ketua fraksi saya agar saya tidak kenceng-kenceng," katanya.
"Apakah jalan saya sudah bengkok?" tanya Mathur ke ketua fraksinya.
"Anda masih lurus. Tadi itu hanya permintaan fraksi lain," kata Mathur menirukan jawaban ketuanya.
Mathur memang membuat komitmen dengan anggota fraksi gabungan: tidak mau jalan bengkok. "Kalau di antara kita ada yang bengkok kita saling ingatkan," tambahnya.
Selasa lalu saya undang Mathur ke rumah. Makan siang. Makannya sedikit sekali. Padahal semua masakan istri saya enak sekali: buntil talas, kepala kambing, kare ayam, dan lodeh tempe.
Ternyata daya tampung perutnya memang sedikit. Ususnya 135 cm lebih pendek dari usus saya.
Usus Mathur pernah harus dipotong untuk menyelamatkan jiwanya. Ia ditembak dari jarak dekat. Kena bagian pinggang. Tembus ke dalam. Peluru bersarang di perutnya.
Malam itu, Januari 2015, Mathur baru pulang dari Surabaya. Tidak ada yang membuntutinya. Menjelang sampai di rumahnya di Bangkalan, pukul 02.00, ia melihat ada orang bersepeda motor. Berboncengan. Pakai jaket. Tanpa masker penutup muka. Tapi ia mengira itu orang lewat saja.
Marhur pun menghentikan mobil di depan pintu pagar. Mobil Avanza. Ia turun dari mobil. Siap-siap membuka gembok pintu pagar. Dor! Dari jarak sekitar 2 meter.
Si penembak lari menuju sepeda motor. Mathur mengejarnya. Duel. Mathur terjatuh. Darah terlalu banyak keluar. Ia berteriak: maling!
Keluarganya membawa Mathur ke RS Bangkalan. Untuk difoto seberapa parah dalam perutnya. Lalu dibawa ke RSUD dr Soetomo Surabaya. Ia tidak ingat apa lagi yang terjadi. Mathur koma selama 9 hari.
Yang ia ingat: setengah bulan sebelumnya, KH Fuad Amin, ketua DPRD Bangkalan ditangkap KPK. Ia divonis terbukti korupsi APBD hampir Rp 500 miliar.
Fuad ''turun'' menjadi Ketua DPRD karena sudah dua kali menjabat bupati. Pada dasarnya ia masih tetap bupati. Anaknya, yang terpilih sebagai bupati berikutnya, hanyalah penggantinya. (Dahlan Iskan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: