Ahli Administrasi Keuangan Negara Jadi Saksi Sidang Kadispenda OKU Fahmiyuddin
OKUTIMURPOS.COM. PALEMBANG - Ahli administrasi keuangan negara Drs Siswo Sujanto DEA mengungkap upah pungut atau intensif pajak daerah tidak dibenarkan apabila dibagikan kepada pegawai di lingkungan Dispenda.
Siswo Sujanto dihadirkan oleh penuntut umum Kejari Ogan Komering Ulu (OKU), untuk dimintai keahliannya dalam sidang pembuktian perkara dugaan korupsi pemungutan pajak daerah pada Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) senilai lebih dari Rp2 miliar, Kamis (28/7).
Kasus ini menjerat oknum Kadispenda OKU Fahmiyuddin serta Bendahara Dispenda OKU Saiful Anwar periode 2009-2018. Menurut Siswo Sujanto, upah pemungutan pajak daerah adalah insentif pajak bagi mereka yang tidak memiliki kewenangan dalam memungut pajak, melainkan ada kuasa substitusi dari pemerintah untuk melakukan pemungutan pajak.
"Misalnya perangkat desa, baik itu RT ataupun Lurah diminta tolong melakukan pungutan terhadap sektor pajak, maka mereka berhak atas insentif atau upah dari pungutan pajak tersebut, bukan pihak Dispenda," kata ahli Siswo Sujanto yang dihadirkan dalam sidang secara online.
Untuk itu, Mantan Sekretaris Dirjen Departemen Keuangan RI ini berpendapat dalam perkara ini jelas apa yang dilakukan oleh para terdakwa sebagai Pengguna Anggaran (PA) dan Kuasa Pengguna Anggara (KPA), membagikan intensif kepada pegawai Dispenda dianggap menyalahi aturan.
Diwawancarai usai sidang, JPU Kejari OKU Haryandana Hidayat SH mengaku sependapat dengan keterangan ahli yang menyatakan adanya penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh para terdakwa sebagai pejabat Dispenda OKU kala itu.
"Kami sependapat dengan keterangan ahli, adanya penyalahgunaan kewenangan sebagai pengguna anggara dan itu juga dikuatkan dengan lampiran surat keputusan Bupati tentang pemberian upah pungut pajak daerah," kata Hardayana Hidayat SH.
Ditanya terkait nilai kerugian negara dari upah pungut pajak daerah yang dilakukan oleh dua terdakwa, Hardayana Hidayat menjawab bahwa dalam perkara ini jumlah perhitungan kerugian negara berdasarkan hasil audit BPKP senilai Rp2 miliar lebih.
Untuk selanjutnya pada Kamis pekan depan agendanya mendengarkan keterangan terdakwa, yang akan digelar secara online karena keduanya berstatus tahanan Rutan Baturaja," pungkasnya.
Terungkapnya kasus dugaan korupsi ini bermula dari laporan masyarakat. Menindaklanjuti laporan tersebut hasilnya ditemukan kejanggalan pada payung hukum yang digunakan kedua pejabat ini untuk mengeluarkan insentif atau pembagian biaya pemungutan pajak.
Adapun payung hukum dimaksud adalah SK Bupati OKU No 973/448/F.1.2/XXVII/2013 tanggal 20 November 2013 tentang pembagian biaya pemungutan pajak bumi dan bangunan sektor pertambangan yang ditandatangani oleh mantan Bupati OKU Yulius Nawawi (Bupati OKU) Kemudian surat keputusan Bupati OKU No 973/12/F.1.2/XVIII/2007 tanggal 25 Juni 2007 tentang pembagian biaya pemungutan pajak bumi dan bangunan khusus obyek pajak bumi dan bangunan perkebunan yang ditandatangani oleh mantan Bupati OKU Eddy Yusuf.
Padahal, kegiatan pemungutan PBB sektor pertambangan, perkebunan dan perhutanan (P3) bukanlah wewenang dari Pemda untuk melakukannya melainkan tugas dan kewenangan Direktorat Jendral (Dirjen) Pajak.
Hal tersebut, merujuk pada Keputusan Menteri Keuangan No 1007/KMK.04/1985 tentang pelimpahan wewenang penagihan pajak bumi dan bangunan kepada gubernur, bupati dan wali kota yang isinya menjelaskan bahwa kewenangan itu tidak meliputi penagihan pajak bumi dan bangunan untuk wajib pajak pertambangan, perkebunan dan perhutanan (P3). (fdl)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: sumeks.co