SAYA pernah bertemu si Cantik ini di Tianjin. Agak kaget. Tidak menyangka. Kok orang Surabaya kelahiran Solo ini membuka spa di Tianjin. Di lobi Hotel Sheraton. Hebat banget.
Jauh sebelum itu saya kenal dua wanita muda. Cantik dan berprestasi. Mereka eksekutif wanita yang menonjol di Surabaya: Peggy dan Windy.
Peggy eksekutif di Hyatt Regency dan Windy di bisnis kecantikan.
Windy tidak pernah bilang kalau akan buka cabang sampai Tianjin. Atau karena lama sekali tidak bertemu lagi.
Nama lengkapnya: Windy Nugroho.
Setelah bertemu di Tianjin itu lama lagi tidak bertemu Windy. Lebih 15 tahun. Tiba-tiba saya disapa seorang wanita. Saya pura-pura kenal. Bersikap ramah. Otak saya berputar: siapa dia.
"Saya Windy," katanyi.
Windy berubah. Wajahnya bulat. Tidak sehat. "Saya banyak minum obat steroid. Wajah saya jadi begini," katanyi. Itulah wajah moon face. Kebanyakan obat.
Windy terpaksa minum obat itu. Dia menderita lupus. Dia ingin sembuh. Teman duo-nyi sudah meninggal. Peggy meninggal muda. Sakit leukemia.
Saya pun terpisah lagi. Lebih 15 tahun lagi.
Pekan lalu saya menghadiri pembukaan Restoran Aloha yang pindah dari Waru ke Jalan Indragiri.
Seorang wanita menyalami saya. Tidak lagi muda. Wajahnyi glowing. Penampilannyi elegan. Gaya bicaranyi anggun. Saya pura-pura kenal. Otak saya berpikir keras: siapa dia.
"Saya Windy pak," katanyi.
Tiga kali pertemuan. Tiga kali berpikir keras. Hanya karena bertemu di tempat yang tidak disangka: di Tianjin, di dokter, di restoran. Dengan jarak masing-masing lebih 10 tahun.
"Saya mau ujian doktor. Minggu depan," ujar Windy. Wow.
"Di mana?"
"Di Unesa".
"Disertasi Anda tentang apa?"
"Teknologi pendidikan," jawab Windy.