WANGI parfum baru itu bisa bertahan 12 jam. Tetap wangi. Mereknya Neelam. Saya tidak mandi malam itu. Biarlah badan tetap wangi sepanjang malam.
Begitu banyak penghargaan inovasi yang diterima USK –sebutan baru untuk Universitas Syiah Kuala, disway.id/listtag/1563/aceh">Aceh. Saya minta maaf di sana: belum terbiasa dengan singkatan USK. Saya masih sering mengucapkannya dengan Unsyiah.
Semua penghargaan inovasi itu terkait riset tanaman nilam. Lengkap. Dari hulu sampai hilir: pemerintah Aceh memang memercayakan riset yang terkait nilam sepenuhnya kepada Unsyiah ups USK.
Tidak hanya risetnya. Sekaligus sebagai penggerak di lapangan. Mulai dari membina petani, UMKM nilam, sampai menjamin kestabilan harganya.
Malam itu saya makan malam dengan Wakil Rektor bidang Akademik Prof Dr Ir Agussabti MSi IPU. Juga dengan direktur ARC (Atsiri Research Center) USK Dr Syaifullah Muhammad. Minyak nilam termasuk kelompok minyak atsiri sehingga riset itu kelak juga ke atsiri yang lain. Misalnya minyak serai.
Warek Agussabti seorang doktor pertanian. Namanya seperti itu karena lahir di hari Sabtu.
Syaifullah doktor teknik kimia. Keduanya sangat fasih bicara soal nilam. Mulai dari sejarahnya, keruntuhannya, sampai bangkit kembalinya sekarang ini.
Di hulu inovasi tidak hanya di bidang pembenihan. Pun sampai ekosistemnya. Di tengah, penanganan USK sampai ke soal teknologi penyulingan dan ekosistem jaringan pasarnya. Di hilir sampai ke inovasi produksi parfum.
Nilam adalah kata yang selalu melekat dengan Aceh. Sejak dahulu masih kala. Kata yang lain, yang juga melekat ke Aceh, Anda sudah tahu: tanaman ganja. Masih ada satu lagi: kopi Aceh.
Karena nilam masih termasuk kelompok atsiri maka lembaga riset USK dinamakan Atsiri Research Center (ARC).
Lembaga asing pun selalu melihat nilam sebagai potensi Aceh yang harus dikembangkan. Maka setiap ada bantuan untuk mengangkat ekonomi Aceh salah satu yang ingin dibantu adalah nilam.
Pun ketika ahli membicarakan cara memakmurkan masyarakat Aceh. Terutama setelah tercapai perdamaian. Salah satu jawabnya: membangkitkan kembali nilam. Demikian juga ketika diperlukan rehabilitasi ekonomi rakyat pasca tsunami. Salah satu yang harus direhabilitasi adalah nilam.
Dunia parfum memang tergantung pada minyak nilam Indonesia. Dan yang disebut Indonesia itu adalah Aceh.
Memang ada nilam dari Jawa dan Sulawesi. Tapi yang terbaik adalah yang dari Aceh.
Bahwa nilam di luar Aceh akhirnya mendapat pasar itu hanya karena produksi nilam Aceh terganggu: konflik di Aceh berlarut berkepanjangan.
Keistimewaan nilam Aceh adalah ini: kandungan patchouli-nya tinggi. Sampai 34 poin. Mengalahkan daerah lain yang hanya 28.
Unsur patchouli sangat penting untuk industri parfum. Bau wangi dari sumber bunga apa pun tidak bisa melekat tanpa patchouli. Patchouli adalah zat yang mengikat aroma agar bisa bertahan lama. Kian banyak kandungan patchouli dalam parfum kian lama wanginya melekat.
Maka negara seperti Prancis berkepentingan besar agar nilam Aceh bisa bangkit lagi. Prancis ahli membuat parfum tapi tidak punya sumber patchouli.
Dalam sejarahnya Belanda-lah yang jadi pedagang nilam. Belanda jual minyak nilam ke Prancis. Maka Belanda terus mencari sumber minyak nilam. Sampai jauh ke dunia timur.
Belanda yang sudah menguasai perdagangan rempah tinggal menambah satu komoditas: nilam. Sumbernya sama: dari Nusantara.