TERNYATA saya kenal penggugat terbuka-tertutup di Mahkamah Konstitusi yang viral sekarang ini. Umurnya baru 34 tahun. Wakil dekan. Sesama orang pelosok Magetan. Namanya Anda sudah tahu : Demas Brian Wicaksono (Disway kemarin).
Saya mengenal Demas saat diundang ke Universitas 17 Agustus (Untag) Banyuwangi. Demas dosen hukum di situ. Lalu jadi wakil dekan. "Saya bukan ketua PDI-Perjuangan Probolinggo," ujar Demas saat saya telepon kemarin. "Rasanya memang pernah ada satu media online yang menulis saya dari Probolinggo", tambahnya. "Saya juga bukan ketua PDI-Perjuangan," tambahnya. Apakah Demas senang mendengar MK akan mengabulkan gugatannya? "Saya tidak mau bicara soal yang masih berproses di persidangan," katanya. "Biarlah proses hukum berjalan," tambahnya. Kalau benar gugatannya dikabulkan, Demas telah membuat sejarah. Calon anggota DPR/DPRD tidak lagi ditentukan berdasar suara terbanyak. Partai-lah yang menentukan. Pemilih cukup mencoblos partai. Nomor urut calon menjadi menentukan. Kalau satu partai mendapat suara tiga kursi di satu daerah pemilihan maka nomor urut 1 sampai 3 yang jadi anggota DPR/DPRD. Demas lahir di Desa Selorejo, dari Gorang Gareng ke selatan. Waktu Demas kecil ayahnya pindah ke Jember. Sang ayah sopir taksi serabutan. Ibunya pensiunan pegawai kehutanan. SD sampai S-2 ia jalani di Jember: S-1 hukum di Universitas Muhammadiyah dan S-2 hukum di Universitas Jember. Lalu Demas mengambil S-3 di Universitas Brawijaya, Malang. Lulus. Awal tahun 2023. Disertasinya berjudul: Rekonstruksi Pengaturan Penyelesaian Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara yang Kewenangannya Diberikan Undang-undang. Demas, di Untag, mengajar mata kuliah Hukum Acara di Mahkamah Konstitusi. Sebagai akademisi, Demas sudah lama menganggap sistem proporsional terbuka itu tidak sesuai dengan UUD. Pemilu itu diikuti oleh partai politik. Bukan perorangan. "DPD-lah yang diikuti oleh perorangan," ujarnya. "Kalau sama-sama perorangan kenapa tidak dijadikan satu saja," katanya. Demas lantas mengajak lima orang temannya untuk sama-sama menggugat ke MK. Demas yang menjadi koordinatornya. Mereka lantas menunjuk pengacara Sururudin SH LLM untuk beracara di MK. Demas mengenal Sururudin saat melakukan penelitian S-3 nya di MK. Waktu itu Sururudin lagi beracara di MK. "Jadi, ini tidak ada hubungannya dengan PDI-Perjuangan?" tanya saya. "Sama sekali tidak ada," tegasnya. "Pernah berkoordinasi dengan PDI-Peejuangan atau dihubungi mereka?" "Tidak pernah sama sekali," jawabnya. "Tapi Anda anggota PDI-Perjuangan?" "Iya". "Pengurus?" “Bukan ketua". "Pengurus inti?" "Tidak. Saya hanya pengurus lembaga". Kini Dr Demas punya dua orang anak. Ia sudah jadi orang Banyuwangi dan pengurus partai di Banyuwangi. Istrinya seorang apoteker. "Kenal di kampus Unej," katanya. "Bagaimana orang Magetan bisa nama Demas? Bukan Katimin misalnya?" "Nama akhir saya kan Wicaksono. Sangat Magetan," jawabnya. "Tapi nama depan Demas itu aneh...". "Lho kan saya lahir bulan Desember. Ayah saya merasa seperti dapat emas". (Dahlan Iskan) Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan Edisi 31 Mei 2023: Buka Tutup Mbah Mars eMbOeN pAgI Rahasia sejati adalah sesuatu yang hanya diketahui oleh satu orang dan Tuhan. Selamat pagi Om Bitrik dan Om Amat. Udin Salemo Datuk Johari Abdul jadi speaker. Kerusi parlimen Sungai Petani pon dah jadi milik anak Datuk Johari Abdul. Tak disana tak disini tabiat politician 2x5 je.... Hhhhhhhh... Fantra Salahuddin Banyak kejadian pada kasus lain, si penggugat adalah orang lain, padahal dari "dalam" juga. Alasan PDIP, kalau tertutup maka kualitas anggota dewan yg dipilih akan bagus, tidak masuk akal. Sistem terbuka juga sangat bisa, saring dong bacalegnya, terima yg berkualitas. thamrindahlan Saya terkesan pendapat Rafly Harun di salah satu stasiun TV tentang buka tutup sistem pemilu. Menurut Pakar Hukum Tata Negara itu Komisi Yudisial tidak perlu menanĝgapi gugatan 6 orang karena mereka tidak termasuk yang dirugikan. Justru anggota DPR lah sangat berkepentingan untuk menggantikan atau tetap mempertahankan sistem pemilu melalui UU. Pernyataan Denny Indrayana menggebohkan ada sisi baiknya. Buktinya masalah ini bisa membuka kedok siapa (partai) yang bebar benar memiliki jiwa demokrasi atau tidak. Salamsalaman. ahmad faqih Kekurangan sistem CHD terbuka; penuh iklan Kekurangan sistem CHD tertutup; berbayar Solusi, balik ke model disway yg lama Terkadang yg jadul lebih ngangeni & ngerteni Udin Salemo Ini hanya soal saweran. Kalau yang terbuka itu sawerannya ke rakyat jelata, kalau tertutup sawerannya hanya ke beberapa orang pemegang kekuasaan partai. Para oportunis penguasa partai ini rakusnya bukan main. Yang recehpun pengen diraub juga. Itulah kejadian di negara yang bersahabat dengan negara Somalia. Hhhhhh.... Kang Sabarikhlas Emboen pagi kau tak kujumpa saat pintu dan jendela kubuka Emboen pagi kena bau kentut meniup dikomen pilihan CHD Buka Tutup ...... anu, maaf puisi saya terkontaminasi komen Pak Pry di komen pilihan. duh,..semoga Emboen saya besok jadi komen pilihan. Jokosp Sp Ben aman tak nyedaki Pak Harmoko dulu, itu di zamannya. Itu kata si Pipi Tembem. agus rudi Purnomo Aseeeeek.....kembali ke sistem orba. Gitu aja kok repot. Enak jamanku toh? Kalau Ndak enak, tak ciduk, tak hilangkan, tak bredel, tak bungkam. Aman wes....wkwkwk lol Jokosp Sp Inilah potret kalau sistem penjaringan (pencarian) calon DPR masih serba mendadak ketika menjelang pemilu saja. Sistem setoran ke partai jadi syarat utama, jadilah mereka yang berduwid dan orang-orang yang ketakutan tidak bekerja ketika sudah pada pensiun, dan para trah keluarga yang mendominasi DPR. Bisa juga para petualang seperti bermain judi, menang syukur kalau kalah ya belum beruntung, lima tahun lagi ikut lagi. Padahal secara kualitas mereka banyak yang abal-abal dan sudah tidak produktif. Kenapa tidak dibuat sistem pengkaderan (seleksi) dari awal?. Kapanpun bisa diambil siapa yang pantas, mampu dan berkualitas. Dari tingkat kecamatan bisa dipilih tiga dari desa di bawah wilayahnya. Dari tingkat kabupaten bisa dilipih tiga dari kecamatan di bawah wilayahnya. Dari tingkat propinsi bisa dipilih tiga dari kabupaten di wilayahnya. Dan di tingkat pusat bisa dipilih seberapa kebutuhan jumlah anggota di DPR pusat, seleksi dari yang terbaik dari seluruh propinsi. Apakah ini sudah dijalankan?, sepertinya belum. Gus Dur: kumpulan anak TK, anak TK yang uzur. WIRA Abah, kucing hitam atau pun kucing putih tak ada bedanya bila tak mampu menangkap tikus. Sistem proporsional Terbuka atau Tertutup pun tak ada bedanya, bila Caleg yang terpilih hanya tunduk kepada Partai, bukan kepada Rakyat yang diwakilinya.Desember Emas
Kamis 01-06-2023,05:21 WIB
Kategori :