*Ringkasan Disertasi Dr HM Muslimin SH MH
OKUTIMURPOS.COM, MARTAPURA-Sebuah karya ilmiah harus asli. Bukan duplikasi atau plagiat. Untuk mengeceknya ada aplikasi khusus. Dan plagiasi atau duplikasi ada batas maksimum persentasenya. Setidaknya ada 10 nama aplikasi. Antara lain Turnitin. Ini yang paling populer. Dan biasanya tidak bisa sembarang. Berbayar. Kalau pun gratis, artinya lembaga itu yang kerjasama dengan Turnitin. Ada lembaganya. Biasanya di Lembaga Bahasa Perguruan Tinggi atau sekolah lainnya. Ada pula aplikasi DupliChecker. Gratis. Lalu, Grammarly dan masih banyak lagi. Intinya aplikasi akan bisa menandai sebuah karya ilmiah, isinya orisinil atau duplikat karya orang lain. BACA JUGA:Pers Indonesia di Level Merah Cara kerja aplikasi, ketika file kita (shoft file) dimasukkan ke aplikasi lalu diprosesnya. Lamanya proses tergantung panjang tulisan. Kalau dibawah 150 halaman tidak sampai 1 jam sudah tahu hasilnya. Biasanya tulisan karya ilmiah itu oleh aplikasi akan ditandai dengan warna merah, hijau, biru, kuning, pink. Macam macam. Dan nanti ada penjelasan setiap warna. Di akhir analisis, aplikasi menyajikan persentase. Misalnya totalnya 25 persen, 30 persen atau 10 persen plagiasi. Nah batas maksimum diperbolehkan plagiasi tergantung dengan kebijakan Program Studi dan Fakultas masing masing Universitas. Itulah sedikit gambaran soal cara mengecek orisinilitas sebuah karya ilmiah dari sisi isi tulisan. Restorasi Fungsi Pers sebagai Media Kontrol Sosial dalam Perspektif Demokrasi Judul disertasinya ini kata Bang Min sepanjang penelusurannya di dunia maya belum ada jejak digital yang menampilkan judul yang sama. Artinya, tema ini orisinil. Namun, untuk lebih meyakinkan lagi Bang Min membandingkannya dengan 5 judul disertasi dan jurnal lainnya. 1. Herlambang Perdana Wiratraman (2014), disertasi pada Univesitas di Leiden, Belanda. Judulny: Kebebasan Pers, Hukum dan Politik di Indonesia (Studi Hukum dan Masyarakat). Judul dalam bahasa Inggrisnya: Press Freedom, Law and Politics in Indonesia A Socio-Legal Study. Menurut Bang Min, fokus penelitian Herlambang ini yakni Sociolegal Study pada kebebasan pers di Indonesia secara umum. Ditinjau dari pasal 2 dan 4 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers. Yang kajiannya dikaitkan dengan hukum pidana, hukum perdata dan hukum adminiatrasi negara. Ada empat permasalahan yang diteliti Herlambang. Yakni: (a) bagaimana konsep kebebasan ekspresi dan kebebasan pers berkembang dalam hukum Indonesia?; (b) bagaimana kebebasan pers sebagai salah satu pilar utama demokrasi konstitusional dijamin oleh sistem hukum Indonesia?; (c) bagaimana kebebasan pers dibentuk oleh berbagai aktor?; dan (d) apakah dinamika ini mencerminkan supremasi hukum? BACA JUGA:Tangis Dirut Sumeks dan RBM Grup Hasilnya, bahwa dari zaman kolonial hingga sekarang, Indonesia terus memperjuangkan kebebasan pers diberlakukan, dan pers terus menerus diserang oleh pejabat Negara. Kemudian diserang polisi, pejabat militer, elit bisnis dan politik, serta massa politik dan agama. Dalam serangan oleh aktor non Negara, pemerintah tidak berbuat banyak untuk mencegah dan atau menghukum tindakan tersebut. Ada Undang-undang pers yang cukup bagus, tapi tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Secara keseluruhan, refleksi tentang kebebasan pers, hukum dan politik di Indonesia menunjukkan bahwa perjuangan kebebasan pers harus terus menerus berlanjut jika kamu berharap pilar keempat dari demokrasi konstitusional berfungsi dengan baik di masa depan Indonesia. Fokus penelitian Herlambang ini, kata Bang Min berbeda dengan penelitiannya. Bang Min menitik beratkan kepada fungsi pers sebagai media kontrol sosial berdasarkan pada Pasal 2, 3, 6 dan 18 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers. Lalu, dikaitkan dengan kebebasan, kekuasaan, dan kekerasan dalam perspektif Negara yang menganut paham kedaulatan rakyat. 2. Rina Martini, Jurnal Ilmu Sosial Jurusan Pemerintahan Fisip Universitas Diponegoro, Semarang, Volume 13 No 2, Agustus 2014. Judul: “Analisis Peran dan Fungsi Pers Sebelum dan Sesudah Reformasi Politik di Indonesia”. Fokus penelitiannya, mengkaji posisi dan model hubungan pers, Negara dan masyarakat sebelum dan sesudah reformasi dari aturan perundang-undangan, idealisme, dan organisasi pers. BACA JUGA:Lulusan SMA Harus Tahu, Ada 8 Sekolah Kedinasan Impian Masa Depan, Ini Nama-namanya Secara prinsip perbedaannya dengan penelitian Bang Min, katanya, terletak pada Pasal 3 ayat 1 UU No 40 Tahun 1999 tentang pers. Dimana, sebagai media kontrol sosial. Fokusnya tentang urgensi kontrol sosial, hambatan dan kendala penegakan fungsi tersebut dikaitkan dengan kekuasaan dalam perspektif Negara hukum yang menganut paham kedaulatan rakyat. 3. Pun yang ketiga ini. Kata Bang Min disertasinya berbeda dengan karya I Made Mangku Pastika dari Fakultas Hukum Universitas Udayana, Bali pada 2019. Judul: “Pengaturan Kebebasan Pers dalam Penyelenggaraaan Perdagangan Jasa Pariwisata Berkelanjutan”. Fokus kajian kebebasan pers yang dihubungkan dengan dukungan terhadap pariwisata. Batas kebebasaan pers adalah keadilan, keseimbangan antara hak dan kewajiban. Selalu ada keseimbangan antara kerusakan dan upaya memperbaiki kerusakan itu, sehingga orang merasa adil. Nah, perbedaan pada penelitian Bang Min, fokusnya fungsi pers sebagai media kontrol sosial dihubungkan dengan kebebasan yang dijamin Negara melalui aturan perundangan dan penegakannya dalam perspektif demokrasi. 4. Karya ilmiah pembanding yang keempat adalah Jurnal Hukum Prioritas Fakultas Hukum Universitas Trisaksi Jakarta, milik Dahlan Surbakti. Yang terbit pada Vol 5 No I Tahun 2015, tentang “Peran dan Fungsi Pers Menurut Undang-Undang Pers Tahun 1999 serta Perkembangannya”. Kajiannya secara umum berdasarkan UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers. Sementara itu, penelitian Bang Min, lebih spesifik kepada fungsi pers sebagai media kontrol sosial dalam praktik kenegaraan, kendala dan hambatan dalam penegakannya dihubungkan dengan kekuasaan di Negara hukum yang menganut paham kedaulatan rakyat. 5. Terakhir, Jurnal Ilmu Hukum Dirgantara Fakultas Hukum Universitas Suryadarma Jakarta Vol 4 No 1, September 2013 oleh M Syahnan Harahap. Meneliti tentang “Tinjauan Hukum Peran Pers Guna Menegakkan Hak Asasi Manusia di Indonesia”. Fokusnya adalah peran pers dalam membentuk opini publik dan pemahaman masyarakat atas suatu masalah/kebijakan bangsa dan Negara. Opini publik yang negatif atau positif dipengaruhi oleh pemberitaan, tulisan, ulasan dan analisis yang dikembangkan pers. Sementara, fokus penelitian Bang Min adalah mengenai aplikasi kebebasan pers dalam menjalankan fungsinya sebagai media kontrol sosial, dikaitkan dengan Negara yang menganut paham kedaulatan rakyat. BACA JUGA:H Muslimin Dirut Sumatera Ekspres Grup Promosi Gelar Doktor Bersama Istri Setelah membandingkan dengan 2 disertasi dan 3 jurnal, Bang Min berkeyakinan bahwa disertasinya ini bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan terhindar dari duplikasi. Untuk menunjang penelitiannya, Bang Min menampilkan beberapa kerangka teori hukum sebagai landasan penelitian. Antara lain teori demokrasi yakni demokrasi klasik dan demokrasi modern. Ada juga teori kedaulatan, yakni kedaulatan rakyat dan kedaulatan negara. Teori negara hukum, teori fungsi hukum teori perlindungan hukum, teori tujuan Negara, teori hukum responsif, teori politik hukum dan teori tanggung jawab sosial pers. Sebagai kerangka konseptual yang menjadi alur pemikiran dalam penelitiannya, Bang Min menyajikan 11 konseptual. Yakni, konsep Demokrasi, HAM, Kebebasan, Kekuasaan, Ruang Publik, Pers, Pers Pancasila, Kritik Sosial dan Kontrol Sosial, Masyarakat Siber, Parlemen Siber, dan Restorasi. Kesebelas konseptual inilah menjadi ide pokok dalam fokus kajian penelitian Bang Min ini. Nantikan penjelasan satu persatu ide pokok dalam kerangka konseptual tersebut. (purwadi/bersambung)11 Konseptual Bang Min
Rabu 04-01-2023,19:31 WIB
Editor : Pur
Kategori :