Mengenal Pura Mangkunegaran, Tempat Ngunduh Mantu Pernikahan Kaesang dan Erina Gudono

Jumat 09-12-2022,19:45 WIB
Reporter : redokutpos
Editor : redokutpos

SOLO, OKUTIMURPOS.COM - Tak ada salahnya untuk mengenal Pura Mangkunegaran yang jadi tempat ngunduh mantu pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono.

Menteri BUMN Erick Thohir dan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka mendatangi Pura Mangkunegaran, Kamis, 8 Desember 2022.

Kedatangan Erick Thohir dan Gibran untuk melihat persiapan tempat pernikahan Kaesang dan Erina Gudono.

Sebab Pura Mangkunegaran menjadi tempat untuk prosesi resepsi pernikahan Kaesang dan Erina Gudono.

Di sisi lain Gibran, yang juga jadi Juru Bicara Pernikahan Kaesang dan Erina menjelaskan bahwa belum ada perubahan terkait resepsi keduanya.

"Pokoknya siap-siap, ini tinggal dekor aja dan lain-lainnya," ucap Gibran ke awak media.

 
  "Ini sudah mulai nata taman. Sebentar lagi, kami kebut sampai besok (hari ini) ya," tambahnya.

Kendati demikian ada hal menarik perihal tempat pernikahan Kaesang dan Erina Gudono di Pura Mangkunegaran.

Setidaknya di bawah ini ada asal-usul Pura Mangkunegaran yang mungkin belum diketahui banyak oleh masyarakat.

Pura Mangkunagaran (bahasa Jawa: ꦥꦸꦫ​ꦩꦁ​ꦏꦸꦤꦒꦫꦤ꧀, translit. Purå Mangkunagaran) adalah istana resmi Kadipaten Mangkunagaran dan tempat kediaman para Adipati Mangkunagaran.

Bangunan ini berada di Surakarta. Istana ini mulai dibangun pada tahun 1757 oleh Mangkunagara I dengan mengikuti model keraton.

Secara arsitektur kompleks bangunannya memiliki bagian-bagian yang menyerupai keraton, seperti memiliki pamédan, pendapa, pringgitan, dalem, dan keputrèn.

Seluruh kompleks Pura Mangkunegaran dikelilingi oleh tembok, hanya bagian pamédan yang diberi pagar besi.

Pura ini dibangun setelah Perjanjian Salatiga yang mengawali pendirian Kadipaten Mangkunagaran ditandatangani oleh kelompok Raden Mas Said, Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengkubuwana I), Sunan Pakubuwana III, dan VOC pada tahun 1757.

Pangeran Sambernyawa, julukan bagi Raden Mas Said, diangkat menjadi "Pangeran Adipati" bergelar Mangkunagara I.

Sebagaimana bangunan utama di Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta, Pura Mangkunagaran mengalami beberapa perubahan.

Perubahan Pura Mangkunegaran tampak pada ciri dekorasi Eropa yang populer saat itu.

    Bagian-bagian Bangunan Pura Mangkunegaran

Setelah pintu gerbang utama akan tampak pamedan, yaitu lapangan perlatihan prajurit pasukan Mangkunegaran.

Di sebelah timur pamedan terdapat markas pasukan infanteri dan kavaleri eks-Legiun Mangkunagaran yang memiliki semacam bangunan benteng.

Pintu gerbang kedua menuju halaman dalam tempat tempat berdirinya Pendopo Ageng yang berukuran 3.500 meter persegi.

Pendopo yang dapat menampung lima sampai sepuluh ribu orang orang ini, selama bertahun-tahun dianggap pendopo yang terbesar di Indonesia.

Tiang-tiang kayu berbentuk persegi yang menyangga atap joglo diambil dari pepohonan yang tumbuh di Alas Kethu, hutan yang dahulu dimiliki Mangkunagaran, di perbukitan Wonogiri.

Seluruh bangunan ini didirikan tanpa menggunakan paku. Warna kuning dan hijau yang mendominasi pendopo adalah warna pari anom yang merupakan warna khas keluarga Mangkunagaran.

Hiasan langit-langit pendopo yang berwarna terang melambangkan astrologi Hindu-Jawa dan di langit-langit ini tergantung deretan lampu gantung antik.

Pada mulanya orang-orang yang hadir di pendopo duduk bersila di lantai. Kursi baru diperkenalkan pada akhir abad ke-19 waktu pemerintahan Mangkunagara VI.

Di dalam pendopo terdapat gamelan-gamelan pusaka, antara lain gamelan Kyai Seton, gamelan Kyai Kanyut Mesem, dan gamelan Lipur Sari, yang masing-masing hanya dimainkan pada saat-saat tertentu.

Tempat di belakang pendopo terdapat sebuah beranda terbuka, yang bernama Pringgitan, yang mempunyai tangga menuju Dalem Ageng, sebuah ruangan seluas 1.000 meter persegi, yang secara tradisional merupakan ruang tidur pengantin kerajaan, sekarang berfungsi sebagai museum.

    Selain memamerkan petanen (tempat persemayaman Dewi Sri) berlapiskan tenunan sutera yang menjadi pusat perhatian pengunjung, museum ini juga memamerkan perhiasan, senjata-senjata, pakaian-pakaian, medali-medali, perlengkapan wayang, uang logam, gambar adipati-adipati Mangkunagaran serta berbagai benda-benda seni.

Di bagian tengah Pura Mangkunagaran di belakang Dalem Ageng, terdapat tempat kediaman keluarga Mangkunagaran.

Tempat ini, yang masih memiliki suasana tenang seperti rumah pedesaan milik para bangsawan, sekarang digunakan oleh para keluarga keturunan pangeran adipati.

Taman di bagian dalam yang ditumbuhi pohon-pohon yang berbunga dan semak-semak hias, juga merupakan cagar alam dengan sangkar berisi burung, patung-patung klasik bergaya Eropa, serta kolam air mancur.

Menghadap ke taman terbuka, terdapat sebuah bangunan bernama Beranda Dalem (atau sering disebut Pracimoyasa) yang bersudut delapan, di mana di dalam bangunan terdapat tempat lilin dan perabotan Eropa yang indah.

Kaca-kaca berbingkai emas terpasang berjejer di dinding. Dari beranda menuju ke dalam tampak ruang makan dengan jendela kaca berwarna yang menggambarkan pemandangan alam di Jawa, ruang ganti dan rias para putri pangeran adipati, serta kamar mandi yang indah.

Selain itu, di dalam lingkungan Pura Mangkunagaran juga terdapat Perpustakaan Rekso Pustoko yang didirikan pada tahun 1867 oleh Mangkunagara IV.

Perpustakaan tersebut terletak dilantai dua, diatas Kantor Dinas Urusan Istana di sebelah kiri pamedan.

Perpustakaan yang daun jendela kayunya dibuka lebar-lebar agar sinar matahari dapat masuk, sampai sekarang masih digunakan oleh para sejarawan dan pelajar.

Mereka dapat menemukan manuskrip yang bersampul kulit, buku-buku berbagai bahasa terutama Bahasa Jawa, banyak koleksi-koleksi foto yang bersejarah dan data-data mengenai perkebunan dan pemilikan Mangkunagaran yang lain.

Kategori :