OKUTIMURPOS.COM. JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Nilai Tukar Petani (NTP) pada Juli 2022 sebesar 104,25, turun 1,61 persen bila dibandingkan Juni 2022. Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan, turunnya NTP pada Juli 2022 lantaran indeks harga yang diterima petani turun 1,04 persen, sedangkan indeks harga yang dibayar petani naik 0,58 persen.
"Indeks harga yang diterima petani turun 1,04 persen itu di antaranya karena menurunnya harga kelapa sawit, jagung, karet, dan kelapa," kata Margo saat konferensi pers, dikutip dari Antara Senin, 1 Agustus 2022.
Sedangkan kenaikan indeks yang dibayar petani sebesar 0,58 persen karena naiknya beberapa harga komoditas di antaranya bawang merah, cabai merah, cabai rawit, dan rokok kretek filter.
Menurut subsektor, lanjutnya, NTP pada subsektor tanaman perkebunan mengalami penurunan yang paling dalam, turun 6,63 persen pada Juli 2022. Hal itu terjadi karena indeks harga yang diterima petani turun sebesar 6,06 persen, sementara indeks harga yang dibayar petani naik 0,61 persen.
Menurut Margo, komoditas dominan yang berpengaruh terhadap indeks harga yang diterima petani itu berasal dari komoditas kelapa sawit, karet, dan kelapa. Kemudian, untuk NTP subsektor hortikultura masih naik 4,91 persen pada Juli 2022, karena indeks harga yang diterima petani naik 5,48 persen, lebih besar dari indeks harga yang harus dibayar petani 0,55 persen.
Komoditas dominan yang mempengaruhi indeks yang diterima petani tersebut berasal dari komoditas bawang merah, cabai merah, dan wortel.
Dengan pola yang sama, lanjut Margo, Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP) pada Juli 2022 tercatat 105,47, turun 1,34 persen jika dibandingkan Juni 2022. Penurunan NTUP terjadi karena indeks harga yang diterima petani turun 1,04 persen. Sementara, indeks biaya produksi dan penambahan barang modal naik 0,30 persen.
Penurunan tertinggi ada pada tanaman perkebunan rakyat, dimana NTUP nya turun 6,39 persen. "Dan ini disebabkan karena indeks yang diterima petani mengalami penurunan 6,06 persen.
Sedangkan indeks biaya produksi dan penambahan barang modal naik 0,36 persen," kata Margo. Adapun komoditas yang dominan mempengaruhi biaya produksi dan penambahan barang modal perkebunan rakyat, diantaranya adalah NPK, urea, dan ongkos angkut. "Hal itu sejalan dengan harga urea di tingkat global yang naik, sehingga biaya input untuk produksi juga mengalami peningkatan," ujar Margo.
Sedangkan yang mengalami peningkatan yakni NTUP Hortikultura naik 4,98 persen, karena indeks yang diterima petani naik 5,48 persen, lebih besar dari indeks yang harus dibayar petani yakni naik 0,48 persen, terutama untuk penambahan barang modal.
Yang dominan mempengaruhi kenaikan tersebut yakni bawang merah, cabai merah, wortel, dan beberapa komoditas yang menghambat produksi dan barang modal yakni bibit jahe," pungkas Margo.